“Jangan pernah memencet jerawat pakai obeng!”
~ Andri (to mbak Judith)
Saat saya ko ass dulu, kegiatan rutin di pagi hari adalah follow up pasien. Kegiatan ini meliputi: pemeriksaan tekanan darah, jumlah denyut nadi per menit, frekuensi napas per menit dan pengukuran suhu badan. Pasien favorit tentu saja adalah pasien wanita muda yang cantik jelita. Tapi sayangnya, tidak semua pasien seperti itu.
Pasien tetanus adalah salah satu momok bagi para ko ass. Pasien ini biasanya ditempatkan di ruang isolasi bangsal infeksi. Ruangannya gelap karena memang seluruh jendela sengaja ditutup dengan tirai berwarna hitam. Saya tidak bisa membayangkan seperti apa kalau tidur di tempat itu seharian penuh: gelap, pengap dan sunyi. Apalagi, tidak jarang pasien tetanus membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhannya (2-3 bulan).
Mengukur tekanan darah pun harus hati-hati. Pasien tetanus sangat peka terhadap rangsang apa pun: baik suara, cahaya maupun sentuhan. Bila sampai terangsang dan kejangnya kumat, Anda akan menyaksikan sebuah pemandangan yang tidak sedap. Badan, tungkai dan lengan kaku dengan tangan mengepal. Otot muka menegang dengan alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah sedangkan bibir tertekan kuat pada gigi.
Saat masuk bagian Penyakit Dalam dulu, saya hanya menjumpai kasus tetanus sebanyak satu kali. Pasien ini memiliki luka di kakinya akibat tercangkul. Karena tidak pernah dibersihkan, akhirnya luka itu terinfeksi. Sialnya, kuman yang menginfeksi adalah kuman jenis Clostridium tetani!
Pasien ini sungguh merepotkan, tidak saja bagi ko ass yang follow up tapi juga ko ass jaga. Kejang yang terjadi sungguh hebat, dan hanya bisa diatasi dengan beberapa ampul diazepam injeksi. Karena penggunaan diazepam memiliki efek samping berupa depresi nafas, maka follow up frekuensi napas pun harus lebih sering dilakukan (baca: alamat tidak tidur semalaman). Tidak lucu kan kalau kejangnya berhenti tapi nafasnya juga ikut-ikutan berhenti.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin (racun) kuman Clostridium tetani. Jadi yang berbahaya adalah toksin yang dihasilkan, dan bukan kumannya itu sendiri. Kuman ini hidupnya anaerob: artinya hidup di lingkungan yang miskin oksigen. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian.
Berbagai keadaan yang dapat menyebabkan timbulnya suasana anaerob antara lain: (1) luka dalam, misalnya luka tusuk karena paku, pecahan kaca, pisau dan benda tajam lainnya; (2) luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang; (3) luka-luka ringan seperti luka gores atau gigitan serangga.
Masuknya kuman hingga timbul gejala tetanus membutuhkan waktu antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul juga kesukaran membuka mulut.
Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan yang lebih memadai. Penatalaksanaan meliputi perawatan luka serta pemberian anti toksin, anti kejang dan antibiotik.
Perawatan luka dilakukan dengan membuat luka baru dengan tujuan ada udara masuk, sehingga kuman mati karena mendapat oksigen. Setelah itu luka dibersihkan dengan antiseptik atau H2O2 3%.
Antitoksin. Yang biasa digunakan adalah ATS, yang diberikan dengan dosis 5000 U intramuskular dan 5000 U intravena.
Antikejang. Pilihan utama ada pada diazepam dengan dosis 0,5-1,0 mg/kg berat badan/4 jam intramuskular.
Antibiotik. Diberikan penisilin prokain 1,2 juta unit/hari atau tetrasiklin 1 g/hari, untuk memusnahkan kuman Clostridium tetani. Ada yang menyebutkan bahwa metronidazol bisa juga digunakan [link].
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Untuk itu, hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya tetanus antara lain: (1) merawat luka dengan baik untuk menghindari terjadinya infeksi; (2) memberikan ATS (anti tetanus serum) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif. Umumnya diberikan dalam dosis 1500 U intramuskular setelah dilakukan tes kulit; (3) untuk luka sedang/berat dan kotor dengan riwayat imunisasi tidak jelas diberikan ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U dan toksoid tetanus pada sisi lain [link].
Imunisasi
Cara pencegahan tetanus yang paling jitu adalah dengan imunisasi. Imunisasi merupakan kekebalan aktif yang akan menjadi benteng terhadap kuman-kuman tetanus. Lebih utama bila sejak bayi diimunisasi dengan suntikan DPT (difteri pertusis tetanus), yang kemudian dilanjutkan dengan booster (pengulangan).
Vaksin diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari lima kali suntik, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 15-18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (empat sampai enam tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11-12 tahun atau paling lambat lima tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu, direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap sepuluh tahun.
Tapi, pemberian vaksin harus ditunda, jika: (1) anak sakit lebih dari sekadar panas badan ringan, dan atau (2) anak memiliki kelainan syaraf atau tidak tidak tumbuh secara normal.
Di Indonesia, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) juga rutin diberikan untuk perempuan usia subur sebagai bentuk dari upaya meminimalkan angka kematian bayi yang disebabkan oleh tetanus. Bahkan, di antara berkas KUA yang harus dilengkapi oleh pasangan yang hendak menikah, terdapat surat keterangan selesai TT yang dikeluarkan oleh Puskesmas tempat domisili calon pengantin wanita.
Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali, dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam. Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap. TT1 dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan. Sedangkan jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu [link].
Semoga bermanfaat.
Keterangan Gambar:
Muscle spasms in a patient suffering from tetanus. Painting by Sir Charles Bell, 1809. Diambil dari [link]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
7 komentar:
Ealah .. Maturnuwun Ndri, aku ngeri setelah baca gejala2 ne tetanus ini. Lha kuwi paklek ku meninggal jam 5 pagi setelah 19 jam sebelumnya mencet jerawat pake obeng. Bekas jerawat e hitam legam.
Saiaki aku punya 2 noda hitam dipipi kiri kanan, gara2 jerawat ora sopan. Dah hampir 3 minggu nganti saiki nggak hilang. Waktu itu salah pencet, bukan pas bagian jerawat tapi malah kulit lapisan di sekitarnya. Akhir2 ini aku sering demam aneh, dan mudah2an bukan karena tetanus. Karena aku dah luama banget imunisasi DPT dan TT. Aku dah bikin termin ama dokter, tapi dapet lowongan e ntar akhir bulan ini. Maklum diswiss kiy kalo nggak emergency banget, mereka para dokter nggak secepatnya kasih advis.Semua harus melalui telepon dulu dan perjanjian kapan dokternya ada waktu luang. Sebel aku :( ...
Buat wejangan anak2ku juga lah Ndri, makasih banget ya Adikku.
Ojo lali kalo bukumu dah terbit, ngabar2ri aku. Ntar tak kasih alamat ku, dan aku minta alamatmu yang sesuai KTP-mu. Ok? Salam.
Sebelum baca posting ini,aq brfikir klo tetanus bkn penyakit yg sparah itu...Kupikir hanya seperti infeksi/pmbengkakan luka yg susah sembuh aja mas...Wah jadi tau deh apa tetanus itu..Ternyata ampe kaku,kejang2 gt ya..Wah parah jg...
Untung waktu aq kena luka tabrak g sampai menimbulkan luka dalam..Jd g tetanus deh...Hmm..Alhamdulillah :)
@ mbak Judith:
Yang penting waspada aja mbak...Tetanus sebenarnya juga gak datang tiba-tiba kok (kecuali kalau toksinnya hebat, yang mana prognosisnya menjadi buruk). Ada beberapa tahap dari mulai rasa nyeri di punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh . Kemudian diikuti terjadinya kekakuan otot dan atau kesulitan menelan.
Keluhan berlanjut dengan rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Kalau sudah begini harus segera ke IGD mbak... :D
Alamat rumahku ntar tak kirim via SMS aja ya mbakyu... :)
@ dik Fina:
Jangan lupa juga imunisasi TT sebelum menikah dan saat hamil, supaya bayi-bayi kita...eh salah...maksudku bayi-bayimu terhindar dari tetanus neonatorum. :)
wah serem ternyata ya pak dokter... Anakku yang no 2 cuma pernah imunisasi tetanus 2x trs gimana tuh pak dokter, anakku yang gede jg dah 6 tahun belum imunisasi lagi, tetep harus iminisasi ya pak dokter. Serem banget nih setelah baca hiks
@ mbak Lina:
Teorinya sih bilangnya begini: "Vaksin diberikan sebagai satu seri yang terdiri dari lima kali suntik, yaitu pada usia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 15-18 bulan dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (empat sampai enam tahun). Dianjurkan untuk mendapatkan vaksin Td (penguat terhadap difteri dan tetanus) pada usia 11-12 tahun atau paling lambat lima tahun setelah imunisasi DPT terakhir. Setelah itu, direkomendasikan untuk mendapatkan Td setiap sepuluh tahun."
Pada kenyataannya, di Posyandu-Posyandu DPT cuma diberikan 3 kali. Setelah umur 9 bulan (atau tepatnya setelah imunisasi campak), biasanya anak-anak Indonesia dah gak mendapat imunisasi apa-apa lagi...kecuali kalau ortunya punya kesadaran yang tinggi tentang hal ini. :D
Semuanya kan terserah ortu, bersedia imunisasi booster gak? Kalau gak mau ya sebaiknya merawat luka anak jangan sampai infeksi...atau kalau meragukan ya segera bawa ke dokter untuk mendapat ATS.
kalo imunisasi tetanus yang jangka waktunya 5 th tp pas pada wkt tsb misalnya kena sesuatu yg berkarat apa tetep juga harus waspada???
Tidak ada jaminan bahwa orang yg sudah diimunisasi akan kebal dg tetanus tanpa diadakan perawatan luka.Lagipula kuman yg bisa menginfeksi luka tidak hanya Clostridium tetani..Jdnya,kewaspadaan (berupa perawatan luka yg baik) sangat perlu untuk menghindari terjadinya infeksi lebih lanjut.
Posting Komentar